Kamis, 09 April 2009

ILMU HARI INI

HUKUM MEMBACAKAN AL-QUR’AN KEPADA ORANG MATI DI DALAM RUMAHNYA

OlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukumnya
membacakan Al-Qur’an untuk mayit, caranya : Dengan meletakkan beberapa
buah mushaf dalam rumah, lalu datang para tetangga atau kenalan,
masing-masing membaca satu juz misanya, kemudian kembali bekerja seperti
biasa, tanpa diberi upah sedikitpun. Usai membaca Al-Qur’an,
masing-masing berdo’a untuk si mayit, dan menghadiahkan pahala bacaan
Al-Qur’an tersebut kepadanya. Apakah bacaan dan do’a tersebut akan
sampai kepada mayit dan dia diberi pahala karenanya atau tidak? Kami
ingin penjelasan, Terima kasih. Perlu diketahui, bahwa kami pernah
mendengar sebagian ulama menyatakan keharamannya secara mutlak,
sementara sebagian yang lain menyatakan makruh, bahkan sebagian lain
memperbolehkan

Jawaban
Perbuatan tersebut dan yang sejenisnya tidak memiliki dasar sama sekali,
dan tidak pernah diriwayatkan secara sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam atau dari para sahabat beliau bahwa mereka membacakan
Al-Qur’an untuk orang yang sudah meninggal dunia. Bahkan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah tanpa perintah dari kami,
maka amalannya tersebut tertolak”.

Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, juga diriwayatkan oleh
Al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya, namun dengan pernyataan
tegas (jazm). Sementara dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Barangsiapa membuat-buat suatu amalan dalam agama kami ini yang bukan
termasuk bagian dari agama tersebut, maka amalannya itu tertolak”.

Sementara dalam Shahih Muslim, dari Jabir diriwayatkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan dalam khutbah jum’at.

Amma ba’du.
“Sesungguhnya ucapan terbaik adalah Kitabullah dan petunjuk terbaik
adalah petunjuk Muhammad. Hal terburuk adalah yang dibuat-buat (bid’ah),
dan setiap bid’ah adalah sesat” An-Nasa-i menambahkan dengan sanad
shahih : “Dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka.

Adapun sedekah untuk orang mati dan mendo’akan mereka, niscaya dapat
bermanfaat dan pahalanya dapat sampai kepada mereka berdasarkan ijma
kaum muslimin. Hanya Allah yang dapat memberikan taufiq dan menjadi
sandaran bagi kita.

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, Eidisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penerjemah Abu Umar

Abdillah, Penerbit At-Tibyan – Solo]


MENGERASKAN BACAAN AL-QUR'AN PADA MAYAT

OlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Ketika seseorang meninggal,
orang-orang membacakan Al-Qur'an dengan pengeras suara di rumah duka,
dan ketika mayat itu dibawa oleh mobil jenazah, mereka memasangkan
pengeras suara, dengan demikian orang yang mendengar bacaan Al-Qur'an
itu mengetahui bahwa di sana ada kematian, akibatnya seolah merasa sial
karena mendengar bacaan Al-Qur'an, dan akibat lain-nya, Al-Qur'an itu
tidak dibuka kecuali ketika ada seseorang yang meninggal. Apa hukum
perbuatan ini, dan bagaimana menyampaikan nasehat kepada orang-orang
yang semacam itu?

Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan ini bid'ah, karena tidak pernah
dilakukan pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak pula
pada masa para sahabat beliau. Sesungguhnya Al-Qur'an itu bisa menawar
kedukaan jika dibaca seperti biasa, tidak dengan menggunakan pengeras suara.

Lain dari itu, berkumpulnya keluarga si mayat untuk menyambut
orang-orang yang mengucapkan bela sungkawa, tidak pernah dikenal. Bahkan
sebagian ulama menyatakannya sebagai perbuatan bid'ah. Karena itu kami
tidak menganjurkan keluarga si mayat berkumpul untuk menerima ucapan
bela sungkawa, tapi hendaknya menutup pintu mereka. Tapi jika ada
seseorang yang berjumpa di pasar, umpamanya, atau kebetulan ada seorang
kenalan yang datang berkunjung lalu mengucapkan bela sungkawa, maka hal
ini tidak apa-apa.

Adapun sengaja menyambut orang-orang, hal ini tidak pernah dikenal pada
masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan para sahabat menganggap
bahwa berkumpulnya keluarga si mayat dan membuat makanan termasuk
meratapi kematian, padahal meratapi kematian itu termasuk perbuatan
berdosa besar, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
orang yang meratapi mayat dan memperdengarkan ratapannya, beliau bersabda.

"Wanita yang meratapi kematian, jika ia tidak bertaubat sebelum
kematiannya, maka pada Hari Kiamat nanti ia akan diberdirikan sementara
di atasnya besi panas dan baju koreng."[1]

Kita memohon kepada Allah akan dijauhkan dari hal ini.

Nasehat saya untuk saudara-saudara saya, hendaknya meninggalkan
perkara-perkara baru ini, karena meninggalkannya lebih utama di sisi
Allah dan lebih utama bagi si mayat itu sendiri, sebab Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengabarkan, bahwa mayat itu disiksa karena
tangisan dan ratapan keluarganya terhadap kematiannya. Maksudnya disiksa
ini adalah menderita kesakitan akibat tangisan dan ratapan tersebut,
tapi tidak disiksa seperti siksaan bagi pelakunya, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

" Dan orang-orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."
[Fathir : 18]

Siksaan yang dimaksud dalam hadits tadi bukan balasan, dalam sebuah
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,

"Perjalanan (safar) adalah bagian dari adzab."[2]

Yakni bahwa penderitaan, kedukaan dan sejenisnya dikatagorikan adzab.
Contoh kalimat yang biasa dilontarkan, 'Aku di adzab oleh perasaanku
sendiri.'

Kesimpulannya, saya nasehatkan kepada saudara-saudaraku, untuk menjauhi
kebiasaan-kebiasaan tersebut yang hanya menambah jauhnya diri dari Allah
dan menambah penderitaan bagi yang meninggal.

[Fatawa Al-Fauzan, Nur ‘Ala Ad-Darb, juz 2, disusun oleh Fayiz Musa Abu
Syaikhah]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah
Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,
Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
_________
Footnotes
[1]. Bagian dari hadits yang dlkeluarkan oleh Imam Muslim dalam
Al-Masajid (nomor 934).
[2]. Bagian dari hadits yang keluarkan oleh Imam Al-Bukhari dalam
Al-'Umrah (nomor 1804). Muslim dalam Al-Imarah (nomor 1927).

Notes : Untuk Anda yang
ingin berpartisipasi dana, dapat dititipkan kepada: Nama : Yayat Ruhiat
Bank : BCA KCP Adhi Graha - Jakarta No. Rekening : 504-007-6133


© copyleft almanhaj.or.id
seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat
disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.